Asal Mula Terjadinya Negara


a) Pendekatan Faktual (Primer)
Pendekatan faktual adalah melihat terjadinya suatu Negara berdasarkan kenyataan yang sebenarnya terjadi atau sudah menjadi pengalaman sejarah, seperti:
Occupatie, Separatie, Fusi, Inovatie, Cessie, Accessie, Anexatie, Proklamasi


Baca Penjelasan Selengkapnya >> TEORI TERBENTUKNYA NEGARA

(1). Occoepatie: pendoedoekan soeatoe wilayah yang semoela tidak bertoean oleh sekelompok manoesia/ soeatoe bangsa yang kemoedian mendirikan negara di wilayah terseboet. Contoh: Liberia yang didoedoeki boedak-boedak Negro yang dimerdekakan pada tahoen 1847.
(2). Separatie: Soeatoe wilayah yang semoela meroepakan bagian dari negara tertentoe, kemoedian memisahkan diri dari negara indoeknya dan menyatakan kemerdekaan. Contoh: Belgia pada tahoen 1839 melepaskan diri dari Belanda, Bosnia dan Kroatia yang memisahkan diri dari Yoegoslavia.
(3). Foesi: beberapa negara meleboer menjadi satoe negara baroe. Contoh: Jerman Barat dan Jerman Timoer yang meleboer menjadi Jerman.
(4). Inovatie: Soeatoe negara pecah dan lenyap, kemoedian di atas bekas wilayah negara itoe timboel negara(-negara) baroe. Contoh: pada tahoen 1832 Colombia pecah menjadi negara-negara baroe, yaitoe Venezoeela dan Colombia Baroe.
(5). Cessie: penyerahan soeatoe daerah kepada negara lain. Contoh: Sleeswijk diserahkan oleh Aoestria kepada Proesia (Jerman).
(6). Accessie: bertambahnya tanah dari loempoer yang mengeras di koeala soengai (ataoe daratan yang timboel dari dasar laoet) dan menjadi wilayah yang dapat dihoeni manoesia sehingga soeatoe ketika telah memenoehi oensoer-oensoer terbentoeknya negara.
(7). Anexatie: penakloekan soeatoe wilayah yang memoengkinkan pendirian soeatoe negara di wilayah itoe setelah 30 tahoen tanpa reaksi yang memadai dari pendoedoek setempat.
(8). Proklamasi: pernyataan kemerdekaan yang dilakoekan setelah keberhasilan mereboet kembali wilayah yang dijajah bangsa/ negara asing. Contoh: Indonesia pada tanggal 17 Agoestoes 1945.

b) Pendekatan Teoritis (Sekoender)
Pendekatan teoritis yaitoe pendekatan dengan melihat bagaimana asal moela terbentoeknya negara melaloei metode filosofis tanpa mencari boekti-boekti sejarah tentang hal terseboet, melainkan dengan doegaan-doegaan berdasarkan pemikiran logis, seperti:
(1). Teori Kenyataan
Bilamana pada soeatoe ketika oensoer-oensoer negara (wilayah, rakyat, pemerintah yang berdaoelat) terpenoehi, maka pada saat itoe poela negara itoe menjadi soeatoe kenyataan.
(2). Teori Ketoehanan
Timboelnya negara itoe adalah atas kehendak Toehan. Segala sesoeatoe tidak akan terjadi tanpa kehendak-Nya. Friederich Joelioes Stahl (1802-1861) menyatakan bahwa “Negara boekan toemboeh disebabkan berkoempoelnya kekoeatan dari loear, melainkan karena perkembangan dari dalam. Ia tidak toemboeh disebabkan kehendak manoesia, melainkan kehendak Toehan”. Ciri negara yang menganoet teori Ketoehanan dapat dilihat pada Konstitoesi berbagai negara yang antara lain mencantoemkan frasa: “Berkat rahmat Toehan …” ataoe “By the grace of God”.
(3). Teori Perjanjian Masyarakat
Teori ini disoesoen berdasarkan anggapan bahwa sebeloem ada negara, manoesia hidoep sendiri-sendiri dan berpindah-pindah. Pada waktoe itoe beloem ada masyarakat dan peratoeran yang mengatoernya sehingga kekacaoean moedah terjadi di manapoen dan kapanpoen. Tanpa peratoeran, kehidoepan manoesia tidak berbeda dengan cara hidoep binatang boeas, sebagaimana diloekiskan oleh Thomas Hobbes: “Homo homini loepoes” dan “Belloem omnioem contra omnes”. Teori Perjanjian Masyarakat dioengkapkannya dalam boekoe Leviathan. Ketakoetan akan kehidoepan berciri “soervival of the fittest” itoelah yang menyadarkan manoesia akan keboetoehannya: “Negara yang diperintah oleh seorang raja yang dapat menghapoes rasa takoet”.
Penganoet teori Perjanjian Masyarakat antara lain: Grotioes (1583-1645), John Locke (1632-1704), Immanoeel Kant (1724-1804), Thomas Hobbes (1588- 1679), J.J. Rooesseaoe (1712-1778).
(4). Teori Kekoeasaan
Teori Kekoeasaan menyatakan bahwa negara terbentoek berdasarkan kekoeasaan. Orang koeatlah yang pertama-tama mendirikan negara, karena dengan kekoeatannya itoe ia berkoeasa memaksakan kehendaknya terhadap orang lain sebagaimana dinyatakan oleh Kallikles dan Voltaire: “Raja yang pertama adalah prajoerit yang berhasil”.
(5). Teori Hoekoem Alam
Para penganoet teori hoekoem alam menganggap adanya hoekoem yang berlakoe abadi dan oeniversal (tidak beroebah, berlakoe di setiap waktoe dan tempat). Hoekoem alam boekan boeatan negara, melainkan hoekoem yang berlakoe menoeroet kehendak alam. Menoeroet penganoet teori ini, bahwa Negara terbentoek melaloei proses yang sederhana, yang dapat digambarkan sebagai berikoet: Keloearga → Kelompok → Desa → Kota/Negara Penganoet Teori Hoekoem Alam antara lain:
• Masa Poerba: Plato (429-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM)
• Masa Abad Pertengahan: Aoegoestinoes (354-430) dan Thomas Aqoeino (1226-1234)

• Masa Renaissance: para penganoet teori Perjanjian Masyarakat (JJ. Rooesseaoe, John Locke, Thomas Hobes, Grotioes, dan Immanoeel Kant). Dengan mengoetip kata Grotioes, Arief Boediman (2002), menyatakan bahwa negara terjadi karena soeatoe persetoejoean, karena tanpa negara orang tak dapat menyelamatkan dirinya dengan coekoep. Dari persetoejoean itoe lahirlah kekoeasaan oentoek memerintah. Kekoeasaan tertinggi oentoel memerintah ini dinamakan kedaoelatan. Kedaoelatan itoe dipegang oleh orang yang tidak toendoek pada kekoeasaan orang lain, sehingga ia tidak dapat diganggoe goegat oleh kemaoean manoesia. Negara adalah berdaoelat.

Terjadinya Negara Kesatoean Repoeblik Indonesia
Terjadinya ataoe berdirinya Negara Kesatoean Repoeblik Indonesia dapat digambarkan sebagai berikoet:
(1). Berdirinya Negara Kesatoean Repoeblik Indonesia melewati soeatoe proses perjoeangan yang panjang dalam pembentoekan ide-ide dasar yang dicitacitakan sebagai soeatoe Negara yang merdeka dan berdaoelat.
(2). Proklamasi baroelah “mengantarkan bangsa Indonesia” sampai ke depan pintoe gerbang kemerdekaan, beloem merdeka dalam pengertian yang hakiki karena masih banyak permasalahan bangsa yang haroes ditoentaskan.
(3). Berdirinya negara adalah kehendak seloeroeh bangsa, boekan sekedar keinginan golongan yang kaya dan yang pandai (borjoeis) ataoe golongan ekonomi lemah oentoek menentang ekonomi koeat seperti dalam teori kelas.
(4). OEnsoer religioes terbentoeknya negara menoenjoekkan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Toehan Yang Maha Esa. OEnsoer inilah yang kemoedian ditoeangkan dalam pokok pikiran keempat yang terkandoeng di dalam Pemboekaan OEOED 1945 yaitoe bahwa Bangsa Indonesia mendasarkan pada Ketoehanan Yang Maha Esa yang didasarkan pada kemanoesiaan yang adil dan beradab.
(5). Keadaan bernegara yang kita cita-citakan boekanlah sekedar terbentoeknya pemerintahan, wilayah dan bangsa, melainkan haroes kita isi menoejoe keadaan merdeka, berdaoelat, bersatoe, adil dan makmoer sebagaimana tertoeang di dalam Alinea ke II Pemboekaan OEOED 1945.

Konstitusi Indonesia-Sejarah- dan Setelah Amandemen (Perbandingan)

Konstitusi berasal dari istilah bahasa Prancis 'constituer' yang maknanya membentuk. Konstitusi bisa berarti pula peraturan dasar (awal) tentang pembentukan Negara. Konstitusi merupakan norma-norma dalam dokumen dasar yang dibentuk untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan/negara yang bersifat kodifikasi tertulis. Konstitusi memiliki arti sempit dan luas, sifat, kedudukan, dan juga tujuan. Baca selengkapnya tentang > Pengertian, arti, sifat, kedudukan, dan tujuan Konstitusi

Sejarah Konstitusi Negara Indonesia dimulai ketika Jepang yang waktu itu menduduki Indonesia memberi janji akan memberikan kemerdekaan bagi Indonesia. Kemudian Jepang membentuk sebuah Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia(BPUPKI) yang bertugas mempelajari hal hal yang diperlukan untuk menyelenggarakan suatu negara merdeka.
Pada tanggal 29 April 1945 :
  • Dibentuk Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI, dengan anggota 62 ( enam puluh dua ) yang diketuai oleh Dr. Radjiman Widyadiningrat dan Ketua Muda R.P. Soeroso .
  • Pada sidang kedua ( Ke II ) anggota BPUPKI ditambah jumlahnya menjadi 68 ( enam puluh delapan ) orang . 
Pada tanggal 28 Mei 1945 anggota BPUPKI dilantik oleh Pembesar Tertinggi Bala Tentara Jepang di Jawa, dan
pada tanggal 29 Mei 1945 keesokan harinya dimulailah sidang yang pertama. BPUPKI  mengadakan dua kali persidangan,
        -  pertama dari tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945 dan
             -  yang kedua dari tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945,
    Pada sidang pertama,  29 Mei 1945, Ketua BPUPKI meminta kepada para anggotanya mengemukakan Dasar Negara Indonesia Merdeka. Ir Soekarno merespon secara langsung permintaan Ketua BPUPKI & memberikan pandangan serta pendapatnya  tentang dasar negara. Pada akhir sidang Pertama ini, Ketua Sidang BPUPKI membuat sebuah panitia kecil yang berjumlah delapan orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno yang bertugas mengumpulkan & mengelompokan usul yang diajukan oleh peserta sidang. Pada tanggal 22 Juni 1945, Pantia Delapan menggelar pertemuan di Jakarta. Pertemuan ini merupakan upaya untuk mencari titik temu antara golongan Islam dan golongan paham kebangsaan. Rapat tersebut juga membentuk sebuah panitia kecil yang terdiri dari 9 ( sembilan ) yang dikenal sebagai Panitia Sembilan. Panitia Sembilan yang dibentuk ini berhasil mencapai persetujuan antara golongan Islam & golongan kebangsaan. Konsensus antara golongan Islam dan golongan Kebangsaan pada tanggal 22 Juni 1945 tersebut dinamakan  PIAGAM JAKARTA yang kemudian akan menjadi pembukaan Undang-undang dasar. Panitia Delapan menyetujui rancangan pembukaan Hukum Dasar yang dirumuskan oleh Panitia Sembilan dan menyampaikannya kepada sidang BPUPKI pada tanggal: 10 Juli 1945. Pada tanggal 11 Juli 1945, Ketua BPUPKI membentuk 3 Panitia,
    a.     Panitia Perancang Undang-undang Dasar dengan Ir. Soekarno sebagai ketua
    b.    Panitia Pembelaan Tanah Air dengan Abikusno Tjokrosujoso sebagai ketua, dan 
    c.    Panitia Soal Keuangan dan Perekonomian dengan  Drs,Moh Hatta sebagai ketuanya.
    Setelah usai menjalankan tugasnya, BPUPKI melaporkan hasilnya kepada Pemerintah Balatentara Jepang disertai sebuah usulan dibentuknya suatu badan baru yaitu, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang lingkupnya lebih luas. Atas dasar usulan itulah pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk PPKI. PPKI ini beranggotakan 21 orang dengan Ir. Soekarno didapuk sebagai ketuanya dan Drs Moh. Hatta sebagai wakilnya. Selanjutnya hingga semua persiapan telah siap, hingga akhirnya Indonesia siap untuk memproklamasikan kemerdekaan Pada tanggal: 17 Agustus 1945 petang hari datang utusan Kaigun ( Angkatan Laut Jepang ) untuk bertemu Drs. Moh. Hatta memberitahukan dengan sungguh2 bahwa daerah daerah yang tidak beragama Islam dalam wilayah yang diperintah oleh Angkatan Laut keberatan terhadap bagian kalimat dalam rancangan pembukaan undang-undang dasar yang berbunyi : Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk pemeluknya.
         Dengan semangat persatuan, keesokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 hal yang krusial ini akhirnya dapat diselesaikan oleh PPKI . Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sepakat untuk menghapus bagian kalimat atau tujuh kata dalam rancangan pembukaan undang-undang dasar dan mengubahnya menjadi : Ke Tuhanan Yang Maha Esa.
         Sebelum rapat PPKI dimulai hal ini didiskusikan terlebih dahulu oleh Drs Moh Hatta dengan empat orang anggota PPKI yaitu Ki Bagus Hadikusuma, K.H. Wachid Hasyim, Mr Teuku M.Hassan, dan Mr Kasman Singodimedja, seluruhnya merupakan tokoh agama Islam. Dari pembicaraan tersebut, disepakati untuk mengubah rumusan yang termuat dalam pembukaan undang undang dasar 1945, yang awalnya berbunyi : Ke Tuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban mejalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya menjadi: Ke Tuhanan Yang Maha Esa.
          Dengan perubahan tersebut dirasakanlah kelegaan bagi semua pihak & kearifan para tokoh-tokoh pendiri negara kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan kebangsaan & persatuan. Setelah mengadakan perubahan yang amat mendasar atas rancangan undang undang dasar tersebut pada tanggal 18 Agustus 1945 Undang Undang Dasar Republik Indonesia telah sah ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemedekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, sesuai dengan pasal III Aturan Peralihan Undang Undang Dasar 1945, dilaksanakanlah pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang pertama kali. 

    Pokok Pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945
    Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian yang penting dalam konstitusi Negara Indonesia. Pembukaan UUD 1945 berisi 4 alinea sebagai pernyataan luhur bangsa Indonesia. Alinea pertama berisi pernyataan objektif adanya penjajahan terhadap Indonesia. Selanjutnya mengandung pernyataan subjektif bangsa Indonesia bahwa penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.Alinea kedua berisi pernyataan bahwa perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia selama ini telah mampu menghasilkan kemerdekaan. Alinea ketiga mengandung makna adanya motivasi spiritual bangsa Indonesia  Alinea keempat berisi langkah-langkah sebagai kelanjutan dalam bernegara.
    Berikut pokok pikiran Pembukaan UUD 1945:

    • Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan juga seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
    • Negara ingin mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
    • Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/perwakilan.
    • Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil & beradab.
    Konstitusi yang Pernah Berlaku di Indonesia
    Dalam sejarahnya, sejak proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang di Indonesia telah berlaku tiga macam undang-undang dasar daalam empat periode, yaitu sebagai berikut :
    a. Periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 berlaku UUD 1945. UUD 1945 terdiri dari bagian pembukaan, batang tubuh (16 bab), 37 pasal, 4 pasal Aturan Peralihan, 2 ayat Aturan Tambahan dan bagian penjelasan.
    b. Periode 27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950 berlaku UUD RIS. UUD RIS terdiri atas 6 bab, 197 pasal dan beberapa bagian.
    Konstitusi RIS tau UUD RIS 1945 terdiri atas :
    -Mukadimah yang tediri atas 4 alinea
    -Bagian batang tubuh yang terdiri atas 6 bab, 197 pasal dan lampiran.

    Beberapa ketentuan pokok dalam UUD RIS 1949 antara lain :
    - Bentuk Negara adalah serikat, sedang bentuk pemerintahan adalah republic.
    -Sistem pemerintahan adalah parlementer . Dalam sisitem pemerintahan ini, kepala pemerintahan dijabat oleh seorang perdana menterei. Perdana Menteri RIS saat itu adalah Moh.Hatta.

    c. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959 berlaku UUDS 1950 yang terdiri atas 6 bab, 146 pasal dan beberapa bagian.
    d. Periode 5 Juli 1959 – sekarang kembali berlaku UUD 1945.
    Khusus untuk periode keempat berlaku UUD 1945 dengan pembagian berikut :
    UUD 1945 yang belum diamandemen dan UUD 1945 yang sudah diamandemen

    Amandemen UUD 1945
    Amandemen (bahasa inggris: amendment) berarti perubahan. UUD 1945 telah mengalami beberapa amandemen. Berikut perubahan UUD 1945 sampai saat ini:
    i. Amandemen pertama terjadi pada Sidang Umum MPR Tahun 1999, Disahkan 19 Oktober 1999
    Pasal yang diamandemen: pasal 5, pasal 7,  pasal 9, pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal 17, pasal 20, pasal 21.

    ii. Amandemen kedua terjadi pada Sidang Tahunan MPR, Disahkan 18 Agustus 2000
    Pasal-pasal yang diamandemen Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal 19, Pasal, 20, Pasal, 20A, Pasal 22A, Pasal 22B,
    BAB IXA WILAYAH NEGARA Pasal 25E,
    BAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUK Pasal 26 Pasal 27,
    BAB XA HAK ASASI MANUSIA Pasal 28A Pasal 28B Pasal 28C Pasal 28D Pasal 28E Pasal 28F Pasal 28G Pasal 28H Pasal 28 I Pasal 28J,
    BAB XII PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA Pasal 30,
    BAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN Pasal 36A Pasal 36B Pasal 36C

    iii. Amandemen ketiga terjadi pada Sidang Tahunan MPR, Disahkan 10 November 2001
    Pasal 1, Pasal 3, Pasal 6, Pasal 6A, Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 7C, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 17,
    BAB VIIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH Pasal 22C Pasal 22D,
    BAB VIIB PEMILIHAN UMUM Pasal 22E Pasal 23 Pasal 23A Pasal 23C,
    BAB VIIIA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN Pasal 23E Pasal 23F Pasal 23G Pasal 24 Pasal 24A Pasal 24B Pasal 24C

    iv. Amandemen keempat terjadi pada Sidang Tahunan MPR, Disahkan 10 Agustus 2002
    Pasal 2, Pasal 6A, Pasal 8, Pasal 11, Pasal 16,
    BAB IV DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG Pasal 23B Pasal 23D Pasal 24,
    BAB XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN Pasal 31 Pasal 32,
    BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL Pasal 33 Pasal 34 Pasal 37
    ATURAN PERALIHAN Pasal I Pasal II Pasal III
    ATURAN TAMBAHAN Pasal I Pasal II


    Perbandingan UUD 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen


    Periode Amandemen
    Pasal Yang Diamandemen
    Bunyi Pasal Yang Diamandemen
    Sebelum Amandemen
    Sesudah Amandemen
    Amandemen Pertama
    Pasal 5 ayat 1
    Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
    Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan
    Rakyat.
    Pasal 7
    Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali
    Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya
    dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
    Pasal 9 ayat 1
    Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
    Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
    “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
    Janji Presiden (Wakil Presiden) :
    “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden   Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada   Nusa dan Bangsa”. 
    Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut
    agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis
    Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:
    Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
    “Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik
    Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadiladilnya,
    memegang teguh Undang-undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang
    dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa”.
    Janji Presiden (Wakil Presiden):
    “Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden
    Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan
    seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar dan menjalankan segala undangundang
    dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan
    Bangsa”.
    Pasal 9 ayat 2
    Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat
    mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah di hadapan Pimpinan
    Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah
    Agung.
    Pasal 13 ayat 2
    Presiden menerima duta negara lain
    Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
    Perwakilan Rakyat.
    Pasal 13 ayat 3
    Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
    pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
    Pasal 14 ayat 1
    Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi. 
    Presiden memberi grasi dan rahabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
    Mahkamah Agung.
    Pasal 14 ayat 2
    Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
    Perwakilan Rakyat.
    Pasal 15
    Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.
    Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan
    undang-undang.
    Pasal 17 ayat 2
    Menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden.
    Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
    Pasal 17 ayat 3
    Menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintah.
    Setiap menteri membidangi urusan tertentu dan pemerintahan.
    Pasal 20 ayat 1
    Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
    Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
    Pasal 20 ayat 2
    Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
    Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
    Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.
    Pasal 20 ayat 3
    Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan
    undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan
    Rakyat masa itu.
    Pasal 20 ayat 4
    Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama
    untuk menjadi undang-undang.
    Pasal 21 ayat 1
    Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak memajukan rancangan undang-undang.
    Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undangundang.
    Pasal 21 ayat 2
    Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
    Amandemen Kedua
    Pasal 18
    Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.
    Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
    Pasal 18 ayat 2
    Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
    Pasal 18 ayat 3
    Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
    Pasal 18 ayat 4
    Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
    Pasal 18 ayat 5
    Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
    Pasal 18 ayat 6
    Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
    Pasal 18 ayat 7
    Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
    Pasal 18 A ayat 1
    Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan Undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
    Pasal 18 A ayat 2
    Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
    Pasal 18 B ayat 1
    Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-undang.
    Pasal 18 B ayat 2
    Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
    Pasal 19 ayat 1
    Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan undang-undang. 
    Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
    Pasal 19 ayat 2
    Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
    Susunan Dewan Perwakilan rakyat diatur dengan undang-undang.
    Pasal 19 ayat 3
    Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun
    Pasal 20 ayat 5
    Tidak ada
    Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.
    Pasal 20 A ayat 1
    Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan.
    Pasal 20 A ayat 2
    Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
    Pasal 20 A ayat 3
    Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai   hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.
    Pasal 20 A ayat 4
    Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.
    Pasal 22 A
    Tidak ada. Hanya Tambahan.
    Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.
    Pasal 22 B
    Tidak ada. Hanya Tambahan.
    Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
    Pasal 25 E
    Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.
    Pasal 26 ayat 2
    Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan undang-undang. 
    Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
    Pasal 26 ayat 3
    Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
    Pasal 27 ayat 1
    Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
    Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
    Pasal 28 A
    Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
    Pasal 28 B ayat 1
    Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
    Pasal 28 B ayat 2
    Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
    Pasal 28 C ayat 1
    Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
    Pasal 28 C ayat 2
    Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.
    Pasal 28 D ayat 1
    Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
    Pasal 28 D ayat 2
    Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan   kerja.
    Pasal 28 D ayat 3
    Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
    Pasal 28 D ayat 4
    Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan.
    Pasal 28 E ayat 1
    Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara   dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
    Pasal 28 E ayat 2
    Setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
    Pasal 28 E ayat 3
    Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
    Pasal 28 F
    Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
    Pasal 28 G ayat 1
    Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
    Pasal 28 G ayat 2
    Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
    Pasal 28 H ayat 1
    Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
    Pasal 28 H ayat 2
    Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
    Pasal 28 H ayat 3
    Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.
    Pasal 28 H ayat 4
    Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
    Pasal 28 I ayat 1
    Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
    Pasal 28 I ayat 2
    Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
    Pasal 28 I ayat 3
    Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
    Pasal 28 I ayat 4
    Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
    Pasal 28 I ayat 5
    Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan.
    Pasal 28 J ayat 1
    Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
    Pasal 28 J ayat 2
    Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
    Pasal 30 ayat 1
    Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara.
    Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
    Pasal 30 ayat 2
    Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
    Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Indonesia Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
    Pasal 30 ayat 3
    Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
    Pasal 30 ayat 4
    Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga kemanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum.
    Pasal 30 ayat 5
    Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia , hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.
    Pasal 36 A
    Lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika
    Pasal 36 B
    Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.
    Pasal 36 C
    Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.
    Amandemen Ketiga
    Pasal 1 ayat 2
    Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
    Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
    Pasal 1 ayat 3
    Negara Indonesia adalah negara hukum.
    Pasal 3 ayat 1
    Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara.
    Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang
    Dasar.
    Pasal 3 ayat 3
    Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
    Pasal 3 ayat 4
    Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
    Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar.
    Pasal 6 ayat 1
    Presiden ialah orang Indonesia   asli.
    Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya
    dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah
    mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas
    dan kewajibannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
    Pasal 6 ayat 2
    Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara yang terbanyak.
    Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan
    undang-undang.
    Pasal 6 A ayat 1
    Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
    Pasal 6 A ayat 2
    Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan
    partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
    Pasal 6 A ayat 3
    Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih lama dari lima
    puluh presiden dari jumlah suara dalam pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan
    umum.
    Pasal 6 A ayat 5
    Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam
    undang-undang.
    Pasal 7 A
    Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
    Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah
    melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak
    pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat
    sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
    Pasal 7 B ayat 1
    Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan
    Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu
    mengajukan permintaan kepada Mahkamah Agung untuk memeriksa, mengadili, dan
    memutuskan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
    telah melakukan pelanggaran hukum berupa penghiatan terhadap negara, korupsi,
    penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa
    Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau
    Wakil Presiden.
    Pasal 7 B ayat 2
    Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah
    melakukan pelanggaran hukum   tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai
    Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan
    Dewan Perwakilan Rakyat.
    Pasal 7 B ayat 3
    Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya
    dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan
    Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya
    2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
    Pasal 7 B ayat 4
    Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan dengan seadil-adilnya
    terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari
    setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
    Pasal 7 B ayat 5
    Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
    terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,
    penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa
    Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang
    paripurna untu merumuskan usul perberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada
    Majelis Permusyawaratan Rakyat.
    Pasal 7 B ayat 6
    Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul
    Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama tiga puluh hari sejak Majelis
    Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut.
    Pasal 7 B ayat 7
    Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau
    Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang
    dihadiri oleh sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya
    2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden
    diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis
    Permusyawaratan Rakyat.
    Pasal 7 C
    Presiden tidak dapat membekukan dan/atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.
    Pasal 8 ayat 1
    Jika Presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia diganti oleh Wakil Presiden sampai habis waktunya.
    Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya
    dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai masa jabatannya.
    Pasal 8 ayat 2
    Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden, selambat-lambatnya dalam waktu enam
    puluh hari, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih
    Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden.
    Pasal 11 ayat 2
    Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang
    luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara,
    dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan
    persetujuan Dewan Perwakilan   Rakyat.
    Pasal 11 ayat 3
    Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang.
    Pasal 17 ayat 4
    Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementrian negara diatur dalam undang-undang
    Pasal 22 C ayat 1
    Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum.
    Pasal 22 C ayat 2
    Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap provinsi jumlahnya sama dan jumlah
    Seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu tidak lebih dari sepertiga jumlah
    anggota Dewan Perwakilan Daerah.
    Pasal 22 C ayat 3
    Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
    Pasal 22 C ayat 4
    Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah diatur dengan undang-undang.
    Pasal 22 D ayat 1
    Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat
    Rancangan Undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan
    daerah, pembentukan dan pemakaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
    alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
    keuangan pusat dan daerah.
    Pasal 22 D ayat 2
    Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas Rancangan undang-undang yang berkaitan
    dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan pemekaran, dan
    penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
    serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta memberikan pertimbangan kepada
    Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja
    negara dan Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan
    agama.
    Pasal 22 D ayat 3
    Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
    mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan
    pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,
    pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan, dan agama serta
    menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai bahan
    pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
    Pasal 22 D ayat 4
    Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat
    dan tata caranya diatur dalam undang-undang.
    Pasal 22 E ayat 1
    Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap
    lima tahun sekali.
    Pasal 22 E ayat 2
    Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
    Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
    Daerah.
    Pasal 22 E ayat 3
    Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota
    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
    Pasal 22 E ayat 4
    Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah
    perseorangan.
    Pasal 22 E ayat 5
    Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat
    nasional, tetap dan mandiri
    Pasal 22 E ayat 6
    Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
    Pasal 23 ayat 1
    Anggaran pendapatan dan belanja ditetapkan tiap-tiap tahun dengan undang-undang. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui anggaran yang diusulkan pemerintah, maka pemerintah menjalankan anggaran tahun yang lalu.
    Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara
    ditetapkan setiap tahun dengan   undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan
    bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
    Pasal 23 ayat 2
    Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.
    Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden
    untuk dibahas bersama Dewan   Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan
    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
    Pasal 23 ayat 3
    Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
    Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan anggaran pendapatan dan
    belanja negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran
    Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu.
    Pasal 23 A
    Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undangundang.
    Pasal 23 C
    Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang.
    Pasal 23 E ayat 1
    Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu
    badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.
    Pasal 23 E ayat 2
    Hasil pemeriksa keuangan negara diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
    Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,sesuai dengan kewenangnnya.
    Pasal 23 E ayat 3
    Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai
    dengan undang-undang.
    Pasal 23 F ayat 1
    Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan
    memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden.
    Pasal 23 F ayat 2
    Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan oleh anggota.
    Pasal 23 G ayat 1
    Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di Ibukota negara, dan memiliki perwakilan di
    setiap provinsi.
    Pasal 23 G ayat 2
    Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa Keuangan diatur dengan undang-undang.
    Pasal 24 ayat 1
    Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.
    Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
    peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
    Pasal 24 ayat 2
    Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.
    Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
    berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
    lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
    Mahkamah Konstitusi.
    Pasal 24 A ayat 1
    Mahkamah Agung berwenang menjadi pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan
    di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang
    lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
    Pasal 24 A ayat 2
    Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
    professional, dan berpengalaman di bidang hukum.
    Pasal 24 A ayat 3
    Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk
    mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
    Pasal 24 A ayat 4
    Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung.
    Pasal 24 A ayat 5
    Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan hukum acara Mahkamah Agung serta badan
    peradilan dibawahnya diatur dengan undang-undang.
    Pasal 24 B ayat 1
    Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
    dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
    keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
    Pasal 24 B ayat 2
    Anggota Komisi Yudisial harus   mempunyai pengetahuan dan pengalaman dibidang hukum
    serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.
    Pasal 24 B ayat 3
    Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan
    Dewan Perwakilan Rakyat.
    Pasal 24 B ayat 4
    Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan undang-undang.
    Pasal 24 C ayat 1
    Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
    putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
    memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
    Undang-Undang Dasar, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutuskan
    perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
    Pasal 24 C ayat 2
    Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat
    mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-
    Undang Dasar.
    Pasal 24 C ayat 3
    Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang
    ditetapkan oleh Presiden, yang   diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung,
    tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden.
    Pasal 24 C ayat 4
    Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih dari dan oleh Hakim konstitusi.
    Pasal 24 C ayat 5
    Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
    negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai
    pejabat negara.
    Pasal 24 C ayat 6
    Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya
    tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan undang-undang.
    Amandemen Keempat
    Pasal 2 ayat 1
    Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang   ditetapkan dengan undang-undang.
    Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang pilih melalui pemilihan umum dan daitur lebih lanjut dengan undang-undang.
    Pasal 6 A ayat 4
    Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
    Pasal 8 ayat 3
    Jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan, pelaksana tugas kepresidenan adalah Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan secara bersama-sama. Selambat-lambatnya tigapuluh hari setelah itu, Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai akhir masa jabatannya.
    Pasal 11 ayat 1
    Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
    Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
    Pasal 16
    (1) Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang-undang.
    (2) Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada pemerintah.
    Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutanya diatur dalam undang-undang.
    Pasal 23 B
    Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang.
    Pasal 23 D
    Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang.
    Pasal 24 ayat 3
    Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.
    Pasal 31 ayat 1
    Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.
    Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
    Pasal 31 ayat 2
    Pemerintah mengusahakan dan   menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang.
    Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
    Pasal 31 ayat 3
    Pemerintah mengusahakan dan   menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
    Pasal 31 ayat 4
    Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari aggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
    Pasal 31 ayat 5
    Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
    Pasal 32 ayat 1
    Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia.
    Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan mesyarakat dalam memelihara dalam mengembangkan nilai-nilai budayanya.
    Pasal 32 ayat 2
    Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
    Pasal 33 ayat 4
    Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
    Pasal 33 ayat 5
    ketentuan lebih lanjut mengenai   pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
    Pasal 34 ayat 1
    Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.
    Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
    Pasal 34 ayat 2
    Negara mengembangkan sistim   jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
    Pasal 34 ayat 3
    Negara bertanggungjawab atas   penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
    Pasal 34 ayat 4
    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
    Pasal 37 ayat 1
    Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir.
    Usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
    Pasal 37 ayat 2
    Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir.
    Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
    Pasal 37 ayat 3
    Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
    Pasal 37 ayat 4
    Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya limapuluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
    Pasal 37 ayat 5
    Khusus mengenai bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan.
    Aturan Peralihan
    Pasal 1
    Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengatur dan menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada Pemerintah Indonesia.
    Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
    Aturan Peralihan
    Pasal 2
    Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
    Semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar dan belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.
    Aturan Peralihan
    Pasal 3
    Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
    Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
    Aturan Tambahan
    Ayat 1 menjadi Pasal 1
    Dalam enam bulan sesudah akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar ini.
    Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003.
    Aturan Tambahan
    Ayat 2 menjadi Pasal 2
    Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.
    Dengan ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.

    Baca selengkapnya >Download  Undang-undang Dasar 1945 beserta perubahan tiap amandemen.

    Pembaca Cerdas, Silakan tinggalkan jejak komentar anda..